Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) bekerjasama dengan Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, dengan bangga mempersembahkan Seri Diskusi Afternoon Tea #37: Daya Pikat Teater Kontemporer bersama Wawan Sofwan selaku pembicara.
"Jagad teater kontemporer Indonesia sudah tidak asing dengan Wawan Sofwan, seorang sutradara dan penulis naskah yang tidak pernah memberi jeda dirinya sendiri dalam mengasah ketajamannya sebagai aktor. Dalam sebuah wawancara Kang Wawan mengutarakan sebuah misi yang mungkin tak akan pernah usai ia emban. Seperti seorang Sukarno yang pernah bicara tentang luka sejarah yang tak akan pernah hilang: memaafkan tapi tidak melupakan."
Wawan Sofwan bicara tentang teater kontemporer dalam kerangka terapetik: bermain teater adalah sebuah terapi penyembuhan dan pemulihan. Berlakon adalah sebuah geliat anamnesik (mengingat) untuk mengobati penyakit amnesia historis akut yang menimpa bangsa ini. Pada titik ini, Wawan Sofwan adalah artikulasi non-verbal dari daya pikat teater kontemporer.
Teater kontemporer, dengan demikian, jelas memikat. Bukan karena para penonton harus dibuat berdecak kagum oleh aspek teknis semata―namun jauh melampaui itu―karena kita bisa mempersoalkan apapun dan terlibat langsung di dalamnya. Teater terapetik Wawan Sofwan adalah sebuah tindakan menggugat dan mengusik kesadaran kita semua sebagai manusia berbangsa yang tak kunjung matang karena kepekaan kita sebagai orang Indone-sia yang cenderung ahistoris. .
Wawan Sofwan
Sutradara pada pertunjukan teater, opera, dan drama musikal. Mengikuti pertemuan “Inter-national Theaterworker” sedunia di Berlin (2000). Pernah magang di kelompok drama musikal Triebwerk Theater - Hamburg selama 3 bulan atas beasiswa International Theater Institut-Jerman dan Goethe Institut (2005). Dosen tamu di University Malaya-Kuala Lumpur (2004) dan sutradara tamu pada kelompok Sumunda Theater Company-Kuala Lumpur (2005). Telah mengadaptasi beberapa cerpen dan novel ke pentas teater. Menyutradarai “Faust” (2002), “God is a DJ” (2002), “Life in The Theater” (2007), “Nyai Ontosoroh” (2007), “Electronic City” (2008), “Di Bawah Lapisan Es” (2009), “Mereka Memanggilku Nyai Ontoso-roh” (2010-2011), “Rumah Boneka” (2011-2012), monolog “Inggit” (2011-2014), musikal “Sangkuriang” (2012), monolog “Kartini” (2014-2016), “Subversif” (2014-2015), dan monolog “Tan Malaka” (2016). Sejak 1997 bekerja sama dengan Sandra Long (mainteater, Melbourne) dan memproduksi beberapa lakon. Sampai sekarang masih membawakan monolog dari pidato-pidato Bung Karno, diantaranya adalah “Indonesia Menggugat” dan “Pidato 1 Juni”.
Untuk informasi lebih lanjut, mohon hubungi:
Adytria Negara
Program Manager
+62 851-9500-4505
Mardohar B.B. Simanjuntak
Lahir 1977, Mardohar B.B. Simanjuntak adalah dosen estetika di Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung. Selain aktif mengajar dan meneliti di universitas, juga menjadi pegiat fotografi independen dan menjadi pembicara di forum seperti Seminar Estetik “Larut” yang diadakan oleh Galeri Nasional Indonesia, moderator di berbagai forum kebudayaan, menulis buku tentang estetika, filsafat dan politik, dan turut pula berpartisipasi dalam pameran kelompok yang diadakan di Bandung.