Pendiri
Sunaryo lahir di Banyumas, 15 Mei 1943. Setelah lulus dari Studio Seni Patung, Departemen Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB, Bandung. Setelah itu Sunaryo mengajar di almameternya hingga 2008. Ia memulai karirnya sebagai seniman pada akhir dasawarsa 60-an. Pada 1975 Sunaryo meneruskan studinya di Carrara, Italia, untuk mendalami teknik pahat marmer.
​
Karya-karyanya telah dipamerkan dalam berbagai perhelatan seni rupa nasional dan internasional, di antaranya: “Asian Contemporary Art Show”, Fukuoka, Jepang (1980); “International Print Exhibition”, Taipei (1983); “Asian International Art Show”, Taipei (1983), “9 Indonesian Contemporary Visual Artists”, Antwerp, Belgia (1995); “Istiqlal Festival of Contemporary Islamic Art”, Jakarta (1995); “From Script to Abstraction”, Amman, Yordania (1996); “The Land of Her People”, Singapura (1999) dan “Bandung Biennale”, Bandung (2001), “CP Biennale 2003: Interpellation”, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (2003). Sunaryo beberapa kali menggelar beberapa kali pameran tunggal antara lain “A Stage of Metamorphosis”, CP Artspace, Washington DC, Amerika Serikat (2001), “Poetry of Inner Dreams”, Singapore Tyler Print Institute, Singapura (2007) dan “Aestuarium”, Equator Art Projects, Singapura (2014).
​
Pengakuan terhadap kapasitas artistik Sunaryo terlihat ketika ia beberapa kali ditunjuk sebagai direktur artistik untuk kegiatan-kegiatan besar, misalnya untuk paviliun Indonesia di forum World Expo1985 di Tsukuba, Jepang dan 1986 di Vancouver, Kanada. Karya-karya Sunaryo juga berwujud monumen urban yang berdiri di beberapa kota di Indonesia, antara lain Monumen Bandung Lautan Api (Bandung), Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Bandung), Patung Soekarno-Hatta di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Jakarta) dan Patung Jenderal Sudirman (Jakarta).
​
"Secara umum, karya-karya Sunaryo mengungkapkan perenungan mendalam tentang hubungan manusia dengan alam. Karya-karyanya yang berangkat dari pengamatan atas fenomena kerusakan lingkungan seringkali mengandung komentar maupun kritik atas ambisi antroposentris sekaligus ketakberdayaan manusia dalam menghadapi derasnya perubahan-perubahan akibat modernitas. Sunaryo sangat menghargai kearifan tradisi dan banyak mengambil pelajaran dari sifat-sifat alam, yang seringkali tercermin pada pemilihan maupun penggunaan material-material, terutama, batu, kayu, bambu hingga air, dalam wujud yang beragam."
Sepanjang karirnya ia telah memperoleh berbagai
penghargaan dalam berbagai kompetisi seni di dalam maupun luar negeri, di antaranya “Lukisan Terbaik” dalam Lomba lukis “The Philip Morris Group of Companies Indonesian Art Awards (1994)” dan “Honourable Mention” dalam The Philip Morris Group of Companies Asean Art Awards (1995). Atas dedikasinya dalam dunia kesenian Sunaryo memperoleh beberapa penghargaan antara lain “Life Achievement Awards” dari Art Stage Jakarta (2017); “Chevalier dans l’ordre des arts et lettres” dari Republik Perancis (2017), “Lifetime Achievement Award” dari Yayasan Biennale Jogja (2017) dan Penghargaan dari Akademi Jakarta (2017).
Kesetiaan dan pengabdian Sunaryo untuk dunia seni rupa di Indonesia terlihat sangat nyata pada eksistensi Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), sebuah ruang untuk kegiatan-kegiatan seni budaya yang ia telah dirikan dan kelola sejak 1998. Menampung berbagai kegiatan seni budaya (seni rupa, musik, teater, film, sastra, arsitektur, dan lain-lain), SSAS adalah institusi non-profit yang mengemban misi menjalankan edukasi untuk publik secara luas. Sejak awal pendiriannya SSAS berkonsentrasi pada seni rupa kontemporer yang menonjolkan spirit eksperimentasi dan kebaruan yang relevan dengan perkembangan global.
​
Pada 2015 Sunaryo menyelesaikan proyek artistik
terbesar, dan mungkin terpenting, sepanjang hidupnya yang disebut Wot Batu. Proyek ini dapat dilihat secara parsial sebagai instalasi besar yang terdiri dari sejumlah ‘patung’ dan elemen spasial lain yang mengandung narasi dan simbol-simbol. Dalam Wot Batu, puluhan batu vulkanik berukuran besar ditata, ditatah, dipotong, digerinda, dipahat, dikawinkan dengan lempeng dan bilah-bilah besi, aliran air, kobaran api, angin, pohon, rumput, perdu dan dinding-dinding beton – tak ketinggalan, proyeksi gambar bergerak dan bunyi-bunyian digital—semuanya membentuk konstelasi simbol dan makna spiritual dan transendental. Sunaryo membuka Wot baru untuk publik yang ingin menikmati instalasi seni sebagai ‘situs’ untuk perenungan dan kontemplasi.
Tim
JAJARAN DIREKSI
​
Sunaryo, Direktur
Siswadi Djoko Muryono, Wakil Direktur
Arin Dwihartanto Sunaryo, Direktur Artistik
​
​
KURATORIAL
​
Bambang Sugiharto, Dewan Pertimbangan Kurator
Agung Hujatnikajennong, Dewan Pertimbangan Kurator
Heru Hikayat, Kurator Pemangku
​
​
PROGRAM DAN KOLEKSI
​
Ardo Ardhana, Direktur Program
Adytria Negara, Manajer Program
Conny Rosmawati, Bendahara
Rita Falafuya, Bendahara
Diah Handayani, Dokumentasi
M. Faisal, Dokumentasi
Titis Embun Ayu Winasis, Humas dan Publikasi
Sidney Islam, Desainer Grafis
Nisa Nurjanah, Administrator dan Layanan Pengunjung
Cecep Hadiat, Logistik dan Penanganan Karya
ARSIP DAN DOKUMENTASI
​
Diah Handayani, Dokumentasi dan Pengarsipan
Yoga Septi Irawan, Dokumentasi
M. Faisal, Pustakawan
​
​
KEUANGAN DAN AKUNTANSI
​
Conny Rosmawati, Bendahara
Rita, Bendahara
Shinta Carolina, Manajer SDM
​
​
ADMINISTRATIF
​
Conny Rosmawati, Finance
Shinta Carolina, Manajer SDM
Nisa Nurjanah, Sekretaris dan Front Office
Cecep Hadiat, Logistik
Ade Sutisna, Logistik
Ismail, Logistik
Yadi Aries, Logistik
Suherman, Keamanan
Cucu Suanda, Keamanan
Yusuf, Keamanan
Fuad, Keamanan
Program Patronasi
Selama 24 tahun, SSAS telah tumbuh menjadi ruang seni budaya milik publik: tempat berkumpulnya para pelaku seni-budaya dari berbagai daerah di Indonesia dan negara lain, tempat berlangsungnya kegiatan apresiasi dan edukasi publik, serta tempat terjadinya praktik kritik dan pengkajian seni.
​
Sesuai dengan pertumbuhan dalam industri seni dan budaya global, kini kami mengambil langkah- langkah yang diperlukan yang akan membawa SSAS maju ke level internasional. SSAS juga tengah merencanakan pengembangan sarana dan prasarana, dan digitalisasi arsip-arsip Pustaka Selasar.
​
Untuk mewujudkan misinya, SSAS tidak mungkin berjalan sendirian. Dukungan dan kontribusi semua pihak sangat diharapkan. SSAS membuka kesempatan bagi para pelaku dan pecinta seni untuk menjadi mitra dengan terlibat dalam Program Patron SSAS.
YEAR 01 PATRON
(NOVEMBER 2022 – OKTOBER 2023)
​
Arif Suherman
Cahaya & Julian Juwadi
Inge Santoso and Tommy Sutomo (CAN'S Gallery)
Noorani Sukardi Soeprapto
Winfred Hutabarat
Aida dan Nobel Tanihaha
Deborah Iskandar
Gaby Bakrie
Kinez Riza
Raiki Pasya
Roy & Monica Tirtadji
Winda Malika Siregar
Alexander Siregar
Athieqah Asy-Syahidah
Auguste Soesastro
Cosmas Gozali
Dewi Soeharto
Dinta Jakile
Edjosh Tandio & Melani Setiawan
Esti Nurjadin
Indra Leonardi
Iwan Lukminto
Muhammad Al Zaidy
Nadya Nizar
Rethy Sukardi
Rudi Lazuardi
Simon Tan
Trini MY