top of page

Rakitan

21 Januari –
20 Maret 2022

Bale Tonggoh,
Selasar Sunaryo
Art Space

Pameran Koleksi Selasar Sunaryo Art Space
07.jpg

Seni rupa identik dengan penggubahan citraan. Salah satu prinsip utamanya, yaitu mimesis, memiliki pengertian mengimba kenyataan hingga tampil menjadi gambar (dwimatra) atau wujud trimatra. “Imba”, bentuk pasifnya adalah “ingimba”, berarti ditiru. Sebab tiru-meniru inilah maka, dalam sebuah karya rupa kita bisa mengenali, misalnya sosok manusia, wajah, bentang alam, pemandangan kota, dan lain-lain. Gambar atau wujud menjadi lirada (representasional).

"Langgam yang berseberangan dengan itu adalah nirada (asbtrak). Wujud tidak lagi mewakili hal di luar dirinya. Wujud bukan hasil mengimba. Wujud hadir sebagai dirinya sendiri."
topi naga - 2017.jpg
Pameran koleksi SSAS kali ini menampilkan langgam yang berbeda lagi. Wujud pada karya, hadir bukan sebagai gubahan sang seniman semata, melainkan hadir dalam riwayatnya sebagai “benda”. Dalam Bahasa Inggris istilahnya adalah “assemblage”, diindonesiakan menjadi “rakitan”; yaitu hasil dari tindak merakit. Rakit-merakit inilah kuncinya. Benda bukan potensi untuk digubah oleh imajinasi atau daya cipta seniman, melainkan benda diakui telah mengandung wataknya sendiri, dan watak ini yang kemudian dirakit oleh seniman. Dirakit-dipadu-padankan.

Pada narasi sejarah, rakitan bermula dari kolasi (collage). Margaret Miller, direktur pameran retrospektif “Collage” di Museum of Modern Art New York, 1948, memaparkannya: “Collage has been the means through which the artist incorporate reality in the picture without imitating it” [Kolasi memiliki pengertian suatu cara seniman menghadirkan kenyataan pada gambar tanpa mengimbanya]. Bisa dibilang, melalui kolasi, kenyataan hadir langsung.
MoMA New York kemudian juga menggelar pameran The Art of Assemblage pada 1961. William C. Seitz, adalah kurator pamerannya. Ia menulis salah satu prinsip assemblage adalah: “Entirely or in part, their constituent elements are preformed natural or manufactured materials, objects, or fragments not intended as art materials” [Seluruhnya atau sebagian elemen pewujudnya bersifat alami atau material manufaktur, objek, atau fragmen-fragmen yang tidak sejak awal dimaksudkan sebagai material seni].

Di lingkup Indonesia, Sanento Yuliman menafsirkan gejala-gejala serupa pada Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) yang dimulai pada dekade 1970-an. Dari sekian banyak telaah Sanento tentang GSRB, kita bisa merumuskan istilah “kekonkretan”. Alih-alih mengimba benda, salah satu jurus GSRB adalah menyodorkan langsung benda-benda konkret. Bachtiar Zainoel, salah satu eksponen GSRB, sebagaimana dicatat oleh Sanento, tidak sedang menggambarkan atau melukiskan, melainkan “membuat benda dari benda-benda”

 

 

Untuk informasi lebih lanjut, mohon hubungi:

Adytria Negara

Program Manager

program@selasarsunaryo.com

+62 851-9500-4505

bottom of page