Afternoon Tea #16

Sesuatu Tentang [MAHASISWA] Arsitektur

Waktu: Sabtu, 20 Oktober 2012, 15.00 WIB - selesai

Tempat: Pustaka Selasar, Selasar Sunaryo Art Space

 




"Sudah jamak dimaklumi, kurikulum perguruan tinggi - khususnya arsitektur - kurang mementingkan proses ajar (ilmu) mengomposisi probabilitas teori sesuai logika lapangan. Pendidikan yang praktek akhirnya mengaksiomakan anomali persepsi kita umumnya: “ … ah [cuma] teori”. Dengan kata lain, alam pikir bawah sadar dibentuk cenderung mengamini keilmuan adalah menara gading; teori identik (bahkan diyakini?) seolah-olah berlawanan dengan realita. Dampaknya, tentu saja profesionalisme sumber daya manusia Indonesia semakin sulit bersaing. Maka tidak heran kualitas pembangunan kita semakin tertinggal, bahkan dibanding negara-negara tetangga terdekat.

Inti masalah tersebut, berkaitan pola pendidikan mengonstruksi silogisme berarsitektur. Yaitu pola pikir dengan kesensitivan terukur - logika yang kreatif mengomposisi probabilitas parameter arsitektur - ketika sniffing ‘menelaah’ nilai yang patut dijadikan dasar konsep desain. Nilai dasar desain dikonsep tidak semata hasil penyintesaan potensi, namun terutama karena kreatif mengintegrasikan masalah lapangan yang telah diintegralkan teori. Tujuannya jelas, mendesain fisik yang non-fisiknya berwujud sistem (fungsi) solutif.

Kendala mengonstruksikan silogisme atau sensitivitas berpikir terukur saat mendesain, dipengaruhi kemampuan mengkurasi. Dalam arsitektur yang evaluasi desainnya bernilai optimal - sifat hakikatnya biner: memiliki pros ‘kelebihan’ sekaligus cons ‘kekurangan’ - kurasi berarti telaah mengontekskan potensi lapangan terhadap perumusan masalah, untuk kemudian diuraikan. Penguraian masalah mempertajam pemetaannya, sehingga masalah dapat diprioritaskan, guna memperkuat dasar konsep. Proses memprioritaskan ini bersifat dialektis; hipotesa bolak-balik analisa lapangan dengan ketepatan pemilihan probabilitas teori. Sebab hakikatnya, arsitektur adalah hasil korelasi proses pengestetikaan yang keabstrakannya dikomposisi beragam parameter teknis. Dan kelogikaan teknis tersebut (justru!) dianalisa keoptimalannya dengan nilai-nilai intangible ‘tak terukur’. Artinya, arsitek ternyata dasar perannya mengubah kata sifat (konsep) menjadi berwujud benda (desain).
Untuk mendidik mahasiswa mampu memahami proses desain dialektis tersebut, ditentukan dua faktor: materi maupun format kurikulum dan motivasi peserta didik itu sendiri. Kita harus berbesar hati mengakui, prinsip kurikulum arsitektur belum sepenuhnya mengonstruksikan logika dalam mengkurasi masalah. Apalagi sikap mendialektikakan teori sebagai alat kreativitas memutarbalikkan masalah (justru!) menjadi fakta penguat desain. Dan tidak dapat pula dipungkiri, minimnya motivasi umumnya mahasiswa belajar memahami logika teori dengan terjun langsung berpraktek kerja lapangan.
Oleh karena itu, kita akan mendiskusikan keilmuan arsitektur, berangkat dari konstribusi nyata mahasiswa pada ruang urban. Diharapkan presentasi karya berikut pengalaman mahasiswa nantinya dapat memperluas wawasan kita menyinergikan teori dengan realita lapangan."

Bandung, 5 Oktober 2012
(Sarah M. A. Ginting)

Kegiatan ini menghadirkan: Forum Ikatan Mahasiswa Arsitektur Jabar (panelis), Himpunan Mahasiswa Arsitektur ITENAS (panelis), Himpunan Mahasiswa Arsitektur UNIKOM (panelis), Himpunan Mahasiswa Arsitektur UNPAR (panelis), Ikatan Mahasiswa Arsitektur Gunadharma ITB (panelis), Deddy Wahjudi-Arsitek, LABO (penanggap), Deni Sugandi-Fotografer & Penggiat Komunitas FOTOLISIS (penanggap), Agus Sudarman-Pecinta Arsitektur (penanggap) dan Sarah Ginting-Arsitek, SAGI-Architects (moderator)

Tentang program Afternoon Tea:
Sejak diresmikan pada tahun 2008 Pustaka Selasar menjalankan fungsinya sebagai tempat penyimpanan arsip program SSAS. Dengan jumlah koleksi lebih dari 3000 buku dengan kategori seni rupa, desain, arsitektur, fotografi dan sastra, Pustaka Selasar menyelenggarakan diskusi ini untuk memperkenalkan koleksinya kepada publik.


Tentang SAGI-Architects:
Biro Konsultan SAGIarchitects, didirikan secara resmi oleh Sarah
Ginting pada Januari 2007, yang semula diawali dengan bentuk komunitas pewadah arsitek dan seniman Bandung sejak tahun 2004. Selain mengerjakan perencanaan dan pelaksana pembangunan proyek-proyek arsitektur dan interior, biro ini juga berkecimpung di bidang penelitian desain dan pengaryaan seni.