Animal Behaved

Pameran tunggal Made Wiguna Valasara

9 - 21 Juli 2010

Proses yang mengantar Valasara hingga ke bentuk dan tema (binatang) ini tentu tidak tiba-tiba sampai. Valasara semula menghadirkan gejala bentuk non representasional, yang bertumpu pada garis-garis. Pada fase itu, Valasara larut dalam permainan garis (dan warna), yang berupaya mempertemukan garis semu dengan garis nyata (berupa bilah-bilah bambu yang ditata atau dianyam) dan memunculkan bentuk yang atraktif. Dari pertemuan itu, terbentuk dimensi; ruang dan volume, dari yang semu hingga yang nyata.

Pilihan pada bentuk realistik, terutama bentuk binatang, lebih pada kebutuhan untuk mewujudkan gagasan. Persoalan mendasar yang ia soroti adalah perihal “kesewenang-wenangan dan keserakahan manusia yang tak terperikan”. Hari-hari ini kalau kita bicara tentang kesewenang-wenangan dan keserakahan, terlalu banyak contoh yang bisa diambil, karena memang sedemikian banyak orang yang mempertontonkannya secara langsung. Lihatlah apa yang dilakukan oleh sejumlah politisi, para anggota parlemen, sejumlah advokad, sejumlah oknum pegawai pajak, atau aroma uang di sekitar pemilihan kepala daerah, yang diliputi oleh kongkalikong, kolusi, korupsi, hingga tak lagi bisa dimengerti argumentasinya, karena saking rakusnya.

Dalam kebudayaan Indonesia, sudah sejak lama binatang ‘dipinjam’ untuk menyampaikan berbagai pesan moral melalui fabel. Sejumlah dongeng fabel, sebagian besar melekat dalam ingatan kolektif sebagian masyarakat; misalnya tentang kecerdikan si Kancil, tentang Buaya, kura-kura, monyet, bahkan ayam atau nyamuk. Hanya sayangnya, kisah-kisah dalam fabel itu seringkali hanya berhenti sebagai dongeng (setidak-tidaknya yang tertangkap dalam ingatan), namun tidak menumbuhkan kesadaran tentang bagaimana menjaga kelangsungan kehidupannya, atau ekosistemnya, meskipun sesungguhnya pesan moral semacam itu secara implisit pastilah ada di dalamnya.

kurator: Suwarno Wisetrotomo

tempat: Bale Tonggoh