R. Yuki Agriardi
Selasar Sunaryo Art Space- JUDUL
Spatial Amulets for the Other
- MEDIUM
Mixed media (wood, fabrics, plastics, ropes, mixed seeds, & nesting materials)
- DIMENSI
Configuration depend on installtion site - approx 200 x 150 cm
- DATE
2017
- KONSEP KARYA
PreludeSaat ini saya tengah mengerjakan proyek bertajuk “The Native Island”, sebuah penjelajahan terhadap ruang baru di antara dua batas; urban domestik dan alam liar, dalam sebuah pencarian terhadap kesadaran diri melalui alam. … pertama saya terhadap “pulau” tersebut akan berbicara mengenai batas, kepadatan, ketakutan, keingintahuan, juga proses identifikasi dan observasi.
Mengenai “biru”, ia merupakan warna yang kerap tercipta dalam alam. Biru dapat menjadi warna struktural. Terlepas kita seringkali melihat spektrum warna biru di alam, sesungguhnya warna biru hampir tidak pernah ada dalam spektrum.
Berkaitan dengan isu kebaruan, saya menggunakan spektrum warna baru untuk memvisualisasikan ruang yang saya jelajahi.Apa yang Kita Cari dalam Alam?
Tahun 1979, seorang biologis bernama Edward O. Wilson mencetuskan hipotesis Biofilia; di mana sebagai makhluk hidup, kita memiliki tendensi untuk fokus pada bentuk-bentuk kehidupan yang serupa dan berafiliasi dengannya secara emosional. Dalam kesimpulannya, Wilson optimis dengan memahami organisme lain, kita akan menambah nilai baik untuk mereka maupun kita sendiri. Dalam pemahaman yang sama, J. Berger mengatakan dalam esainya: Mengapa (kita) melihat hewan? Betapa kesepiannya manusia sebagai spesies dan binatang menawarkan relasi yang berbeda dari apa yang ditawarkan sesama manusia. Ide tentang kesendirian manusia sebagai spesies akhirnya mengarah pada sebuah observasi terhadap spesies lainnya - hewan. Kita menciptakan ikatan dengan mereka sambil mengeksplorasi persamaan, perbedaan, dan melihat refleksi diri yang membuat kita sadar sebagai manusia. Dipicu oleh kedua premis dan investigasi yang sedang berlangsung ini, saya melihat pengamatan terhadap kepadatan alam dan konfliknya ialah sebuah proses, bagian dari pembentukan hubungan dengan alam dan diri sendiri.
Sebagai bagian dari proyek ini, untuk pameran re: emergence karya saya mengeksplorasi isu berbagi ruang dengan spesies lain, dan menggunakan instalasi “aksesoris spasial” untuk mempertanyakan kembali hal tersebut. Karya ini berbentuk kalung raksasa yang merespon ruang di luar galeri yang memiliki banyak titik yang bisa digunakan untuk menggantung sesuatu, baik itu sudut bangunan yang menjulang, maupun pepohonan. Bentuk dari karya ini menyerupai jimat atau sesajen untuk sesuatu yang liyan, yang kerap digantungkan di luar atau di atas pintu masuk sebuah rumah sebagai tanda penolak bala dan bentuk penghormatan terhadap mereka.
Kalung spasial ini terdiri atas serangkaian bentuk-bentuk geometris yang dibungkus dengan warna biru sebagai kontras dari warna-warna lingkungan galeri yang didominasi hijau, abu-abu dan coklat. Lebih dari sekedar melakukan interupsi ruang, beberapa bagian dari karya ini juga terdiri dari bahan-bahan pembentuk sarang burung sehingga ia juga merupakan sebuah persembahan untuk pengunjung “lain” dari Selasar Sunaryo, yaitu burung-burung urban.